MATARAM – Banyaknya kejanggalan dalam program beasiswa hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencuri perhatian semua pihak. Pemprov NTB dengan tegas merespons laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tersebut, bahwa sama sekali tak ada niat maupun unsur korupsi di dalamnya.
Gubernur NTB, Zulkieflimansyah menanggapi hasil temuan BPK tersebut. Dia tak menafikan hasil temuan tersebut tapi publik menanggapinya terlalu berlebihan. “Berlebihan banget. Nggak ada lah penyimpangan-penyimpangan,” tegas gubernur memberikan keterangannya via WhatsApp atas temuan-temuan yang ada dalam LHP BPK tersebut.
Menurut Zulkiefli, adanya temuan BPK, memang karena saat itu terdapat masalah teknis yang di luar perkiraan. “Dulu ada mahasiswa-mahasiswa yang akan dikirim ke Rusia dan Ceko. Ya biaya-biaya sudah kami serahkan, karena mereka mau berangkat. Pas mau berangkat, karena corona border negara-negara tersebut ditutup. Karena uang sudah diberikan, ya harus dikembalikan. Dan sudah dikembalikan kok,” tandasnya.
Wakil Gubernur NTB, Hj Sitti Rohmi Djalilah yang dikonfirmasi juga tidak membantah temuan BPK tersebut. Wagub sudah mengetahui sejak awal jika program beasiswa NTB banyak menjadi temuan BPK. “Masalah beasiswa, ada temuan tapi kan sudah diselesaikan,” katanya.
Sejauh ini, Wagub bisa memahami adanya temuan tersebut. Mengingat, program beasiswa NTB sesuatu yang masih baru, sehingga dalam prosesnya ada kekurangan. Hal terpenting yang harus dipahami bersama, kata Wagub, kekurangan yang terjadi bukan berarti penyelewengan. “Ini kan hal baru, di dalam prosesnya ada kekurangan. Tetapi yang terpenting kan tidak ada niat menyelewengkan, ini itu,” katanya.
Ke depan, lanjutnya, pelaksanaan program beasiswa NTB akan lebih baik lagi. Berbagai temuan BPK dijadikan sebagai bahan evaluasi. “BPK kan bimbing kita, ya kita ikuti semuanya agar berjalan baik. Kita belajar dari situ, berarti kedepan harus lebih baik,” ucap Wagub.
Sekda NTB HL Gita Ariadi yang selama ini susah dimintai keterangannya, juga kini tiba-tiba memberikan klarifikasi. Padahal, Gita tidak pernah dimintai keterangannya. Menurutnya, terkait pengembalian sebesar Rp 87 juta, karena ada biaya hidup dan biaya tiket yang terlanjur dibayarkan. “Ada peserta yang mengundurkan diri karena diterima di program beasiswa lain, sakit/hamil tidak jadi berangkat dan lain-lain,” katanya.
Ditegaskan, dana tersebut sudah dikembalikan lunas. “Tidak ada kerugian karena sudah masuk kas daerah lagi. Ini merupakan Tindak Lanjut rekomendasi BPK yang sudah terbit. Program-program sudah terlaksana sesuai perencanaan. Memang ada kesalahan-kesalahan teknis, karena program ini sesuatu yang baru tapi tidak ada motif korupsi,” ucap Gita.
Salah satu temuan BPK yang cukup menggelikan, ada dugaan laporan fiktif. Hal itu terungkap dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan, yang disebutkan ada honorium bagi narasumber. Tapi ketika BPK melakukan konfirmasi kepada salah satu narasumber, ternyata narasumber tersebut tidak menghadiri kegiatan LPP NTB dan tidak pernah menerima honorarium.
Sementara itu, Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, Ramli Ernanda menyebutkan, temuan BPK cukup banyak. Mulai dari pra keberangkatan hingga saat mahasiswa sudah di negara tujuan. “Menurut saya ada yang ndak beres dalam pengelolaan program ini,” sebut Ramli kepada Radar Lombok, Selasa (1/6).
Pelaksanaan program tersebut juga saat ini sudah tidak sesuai dengan komitmen awal Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi). “Katanya dulu gak akan pakai APBD. Tapi kenyataannya berlainan,” sentil Ramli.
Ditegaskan, tidak salah Pemerintah Provinsi NTB maupun Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) membantah adanya kerugian negara dalam pelaksanaan program Beasiswa NTB tahun 2020. Namun faktanya, kerugian negara sudah jelas terjadi dan menjadi temuan BPK.
Karena adanya temuan BPK itulah, LPP sebagai pelaksana kemudian melakukan pengembalian kerugian negara. “Sudah jelas itu kerugian negara. Kalo bukan, ndak mungkin mereka diminta kembalikan oleh BPK,” ucap Ramli.
Berdasarkan LHP BPK, total nilai temuan dalam program Beasiswa NTB cukup besar. BPK menyebut terdapat potensi nilai tidak wajar atas pembayaran biaya kontribusi senilai Rp 1,88 miliar.
Dana kontribusi tersebut, juga ada kelebihan pembayaran untuk biaya pemeliharaan dan operasional senilai Rp 31,2 juta. BPK meminta kelebihan tersebut dikembalikan, dan sudah dikembalikan oleh LPP. Belum lagi adanya realisasi kegiatan pelatihan senilai Rp 323.100.000 tidak dapat diyakini kebenarannya.
Temuan lainnya dalam LHP sebesar Rp 380,3 juta. Terdiri dari Rp 87 juta yang harus segera dikembalikan. Sedangkan Rp 293,3 juta wajib dikembalikan jika mahasiswa tidak berangkat hingga akhir tahun ini. Pihak LPP sudah memastikan pengembalian tersebut.
Menurut Ramli, Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) Provinsi NTB harus diaudit khusus. “Kami menyarankan agar proses tahapan penerimaan calon penerima beasiswa yang menggunakan APBD untuk dihentikan sementara. Sampai dilakukan perbaikan-perbaikan,” ucap Ramli.
Anggaran yang cukup besar untuk program beasiswa, lebih baik dialihkan untuk menyelesaikan masalah pendidikan tingkat SMA/SMK/SLB. Karena itulah yang menjadi tanggung jawab Pemprov. “Pemprov sebaiknya ambil peran untuk memfasilitasi anak-anak NTB aja, bagaimana agar mereka bisa dapatkan beasiswa seperti LPDP dan lain-lain. Jangan lagi anggarkan dari APBD,” pintanya.
Pandangan FITRA, sejalan dengan rekomendasi DPRD NTB belum lama ini. Bahwa program beasiswa NTB tersebut harus dihentikan. Apalagi masih banyak masalah pendidikan di tingkat SMA/SMK/SLB. (zwr)
Sumber: Radar Lombok