KALANGAN DPRD Lobar bersedia duduk bersama dengan eksekutif untuk membahas persoalan saham 10 persen di PT.Indotan Lombok Barat Bangkit (PT ILBB). Pihak dewan juga mendorong eksekutif untuk mengkonsultasikan persoalan saham 10 persen di PT ILBB ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal yang perlu dikonsultasikan terkait bagiamana mekanisme menyelesaikan persoalan saham itu. Apakah saham sebesar Rp1 miliar itu bisa dikeluarkan dari neraca APBD ataukah dibiarkan di APBD.
“Kami perlu duduk bersama kalau pak bupati meminta untuk duduk bersama antara DPRD, eksekutif dengan pihak PT Indotan guna membahas saham 10 Persen,”jelas ketua DPRD Lobar Hj Nurhidayah akhir pekan kemarin.
Pertemuan untuk membahas hal ini penting bagi DPRD untuk membahas dan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang persoalan ini. Seperti apa duduk persoalan saham ini, sehingga tidak lagi dilakukan kesalahan yang sama yang diwariskan di dalam APBD. “Kalau memang dituntaskan ya dituntaskan tahun, biar selesai,”ujarnya.
Dari pembahasan bersama itu nanti bisa diketahui jalan keluar apa yang harus dilakukan. Sehingga persoalan ini tidak lagi menjadi sorotan, karena saham ada di APBD tapi tidak ada kejelasan dananya dan pemasukan ke daerah tidak ada. Bahkan ia bersama pemda perlu mengkonsultasikan persoalan ini ke BPK.
“Bakti apa rekomendasi BPK hasil kita konsultasi itu baru kita ambil keputusan seperti apa jalan terbaik, tanpa membuat kesalahan kembali,”ujarnya. Apakah nanti saham itu tetap masuk APBD ataukah dikeluarkan dari APBD. Karena saham itu berpotensi menjadi piutang ketika PT Indotan itu collaps, atau memiliki piutang,” terangnya.
Sebelumya, Bupati Lombok Barat H Fauzan Khalid mengatakan untuk memperjelas posisi dari saham ini, maka bupati meminta peranan DPRD untuk memberi persetujuan. Apakah saham itu tetap masuk APBD ataukah dikeluarkan dari APBD. “Karena itu kan saham 10 Persen Pemda tercatat di APBD, tapi tidak ada persetujuan DPRD. Makanya, kami minta juga supaya jelas, perlu peran dari taman-taman DPRD supaya dia mau sahkan itu atau ndak“kata Fauzan.
Saham itu masuk APBD sejak tahun 2009-2010. Saham itupun tercatat di neraca aset, namun tidak jelas statusnya karena tidak ada persetujuan DPRD. “Makanya saya sebut itu (saham) syubhat, dan sekarang untuk menghalalkan itu makanya kita minta DPRD, apakah tetap (di neraca) ataukah dikeluarkan,”ujarnya. (her)
Sumber: Suara NTB