Meninggalnya Supriyadin, S.T., kontraktor pelaksana proyek RSUP NTB di Dasan Cermen, Kota Mataram terus menyisakan tanda tanya. Selain soal beban denda wanprestasi Rp 24 juta per hari yang harus ditanggungnya, ada indikasi persoalan lain dalam proyek yang masuk tahap pembangunan gedung tambahan itu.
Pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun sedang melirik proyek ini untuk diaudit. Ada rencana, audit dilakukan dengan pertimbangan proyek ini ramai diberitakan media massa. Pemberitaan itu pun dianggap bisa dijadikan bahan informasi awal untuk emmulai tahap audit. “Ini dimungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan berita yang termuat,” kata Humas BPK, Jayusman,S.H. sembari menunjukkan koran Suara NTB edisi Rabu (15/1) yang akan diajukan sebagai materi informasi awal untuk kajian memulai audit.
Ini disebut Jayusman sebagai salah satu ketentuan dalam kewenagnan audit lemnbaganya, yakni audit reguler, audit berdasarkan informasi dan audit untuk tujuan tertentu.
Sebagai gambaran awal, masih terkait informasi di media, pihaknya akan mengkaji nilai kontrak, termasuk denda keterlambatan proyek serta hal-hal berkaitan dengan dana proyek sebesar Rp 24,494 Miliar tahun Anggaran 2013 sesuai kontrak antara PPK dengan PT Ardi Trekindo Perkasa yang direkturnya Supriyadin, S.T.
Dari nilai kontrak itu, karena terjadi wanprestasi, akhirnya denda dikenakan kepada kontraktor sebesar Rp 24 juta per hari atau 5 persen dari nilai kontrak.
“Apakah benar perhitungannya seperti itu, ini yang akan dicek. Hanya itu yangbisa dilakukan BPK. Jadi tidak masuk ke kasusnya,” terang Jayusman.
Tapi itu belum menjadi keputusan resmi secara kelembagaan, krena ia merasa perlu mengajukan dulu ke pimpinannya. Namun hal lain yang dilakukan, mengecek ke pihak auditor, guna memastikan alokasi anggaran untuk proyek di Dsan Cermen itu sudah diaudit atau belum. Jika sudah diaudit, berarti menurutnya, proyek itu masuk dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2013. Hanya saja, karena belum rampung, maka hasilnya bisa diketahui di tahun 2014.
Tapi, sekali lagi disampaikan Jayusman, bisa jadi proyek itu tdak masuk dalam maeri audit reguler yang dilakukan,s ehingga perlu pendalaman melalui audit dengan tujuan tertentu. “Untuk proyek ini, kita cenderung akan menggunakan audit dengan tujuan tertentu”, jelasnya.
Sumber : Suara NTB edisi 17 Januari 2014