MATARAM – Setelah diberlakukannya otonomi daerah, pemda diharapkan dapat berperan lebih besar dalam meningkatkan perekonomian daerah. Ini sejalan dengan pemberian wewenang yang lebih besar, baik berupa desentralisasi fiskal, politik, dan administrasi.
“Desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan aktivitas ekonomi di suatu wilayah,” kata ketua panitia seminar internasional Sjafrudin Mosii dalam laporannya di Hotel Santosa, kemarin (22/8).
Seminar internasional tentang efisiensi dan stabilitas keuangan daerah ini diselenggarakan oleh BPK RI. Sjafrudin menjelaskan, desentralisasi fiskal diberikan agar daerah leluasa dalam mengelola keuangan dan menggali potensi PAD sebagai wujud kemandirian daerah. Sehingga, daerah tidak lagi selalu bergantung pada uluran tangan pemerintah pusat.
Selain PAD, ada pula potensi pendapatan lain yang dapat diperoleh dari BUMD. Berdasarkan data, BUMD yang terdaftar di seluruh Indonesia per 31 Desember 2014 berjumlah 1.307 unit. BUMD ini bergerak di berbagai jenis usaha dengan jumlah aset yang dikelola sebesar Rp 463 triliun.
Pada kesempatan itu, Sjafrudin juga mengingatkan prihal peran Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai agen pembangunan. Dibeberkan, sebanyak 97,5 persen dari seluruh jumlah aset atau sebesar Rp 451,8 triliun dikelola oleh BPD. “Dengan besarnya pengelolaan tersebut, seharusnya BPD dapat memainkan peran yang lebih penting dalam pembangunan daerah,” ungkapnya.
Seminar yang diikuti oleh 250 peserta ini dihadiri juga oleh Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad dan anggota VI BPK RI Prof. Dr. Bahrullah Akbar.
Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi mengapresiasi kegiatan tersebut. Salah satunya untuk lebih motivasi dan mendorong NTB khususnya seluruh perangkat pemerintahan untuk bekerja lebih baik lagi dan berikhtiar menghadirkan kesejahteraan dan kemaslahatan bangsa.
TGB menyampaikan, pembangunan adalah upaya untuk mensinergikan seluruh modal yang ada demi mencapai tujuan bersama. Modal ada yang bersifat materi dan immateri. Di mana salah satu modal materi adalah sumber daya keuangan dan bagi pemerintahan sumber itu adalah APBD.
Namun, imbuhnya, ada juga sumber daya keuangan yang tidak bisa dikelola oleh pemerintah provinsi. Karena hanya bisa memfasilitasi dalam bentuk pembuatan regulasi, yaitu dana atau sumber daya dari pihak swasta atau investor.
“Karena dana ini adalah dana dari investor atau pengusaha, maka tugas pemerintah adalah memastikan bahwa regulasi dibuat adalah untuk dapat menarik investor untuk menginvestasikan dananya di daerah ini,” ujarnya.
Ada juga sumber dana pembangunan yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan, tetapi tidak sepenuhnya lepas. Salah satunya adalah sumber dana yang ada di BPD atau dalam hal ini Bank NTB.
BPD di satu sisi, kata TGB, merupakan suatu identitas yang memiliki regulasi sendiri dan tunduknya juga bukan kepada pemerintah daerah dari sisi regulasi. “Namun demikian, pemda berharap agar pengelolaan BPD bisa berkontribusi dalam mendorong pencapaian beberapa indikator pembangunan,” harap TGB.
Pemda berharap kedepannya BPD bisa menjadi satu contoh institusi yang menerapkan tata kelola yang baik. “Dengan seminar internasional ini apa yang menjadi harapan masyarakat NTB akan BPD yang semakin kontributif dalam pembangunan daerah bisa terwujud,” pungkas TGB. (uki/r7)
Sumber: Lombok Post