MATARAM-Hubungan panas antara Pemerintah Kota Mataram dengan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Lombok Barat sepertinya sudah klimaks.
Gaduh yang bermula dari mangkraknya Jembatan yang menghubungkan Dasan Agung dengan Dasan Sari ini, diperkirakan bakal berakhir dengan diluluskannya keinginan pihak Gapensi Lombok Barat. Sinyal ini terlihat dari jawaban Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram H Mahmuddin Tura yang memilih melunak dengan pernyataan keras dan ancaman yang selama ini dilontarkan kubu Gapensi.
“Kemungkinannya tidak diblacklist,” ujar Tura.
Ia berdalih, ini bukan persoalan takut atau tidak pada ancaman Gapensi. Tapi, lebih pada pertimbangan banyak aspek.
Jawaban ini berbeda dengan pernyataan sebelumnya. Di mana, saat itu Tura sempat melontarkan keinginan memblacklist CV Limbu Indah sebagai kontraktor jembatan.
Tapi kini, ia lebih memilih untuk melemparkan persoalan blacklist pada Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP). Menurut Tura, merekalah yang berhak untuk menentukan apakah kontraktor itu harus diblacklist atau tidak. “LKPP kalau (soal) blacklist,” cetusnya.
Tapi ia tak bisa mengelak, jika LKPP memutuskan berdasarkan laporan dari Pemerintah Daerah. Karena itu, laporan mereka tetap akan sangat berpengaruh dalam menetapkan kontraktor itu diblacklist atau tidak.
“Jadi nanti dilihat apakah ada kerugian negara. Kalau tidak ada kerugian negara dan sesuai dengan volume, ya tidak (diblacklist),” ujarnya.
Secara umum, Tura menilai kasus jembatan itu tidak ada indikasi kerugian negara. Ia menaksir, pengerjaan jembatan sudah mencapai volume 30 persen. Persoalannya hanya terletak pada keterlambatan pengerjaan. Sehingga jembatan akhirnya terlambat dimanfaatkan masyarakat. “Karena itu kita putus kontrak (tapi tidak diblacklist),” ujarnya.
Ia mengingatkan, fungsi yang dikendepankan PUPR sebagai pembina proyek. Karena itu, dikedepankan azas-azas yang memiliki semangat kemaslahatan bagi semua pihak. “Kita kan bukan polisi apa namanya itu, yang (kalau ada kekeliruan) langsung tangkap,” cetusnya.
Hasil laporan pengerjaan CV Limbu Indah pada Jembatan itu, selanjutnya akan diserahkan pada LKPP. Sementara itu, ditanya soal tudingan uang muka jembatan sebesar Rp 350 juta yang tak tahu rimbanya, Tura berkilah. Ia pun memastikan, tudingan itu tidak benar, dan setahu dirinya tidak ada yang sampai mengalir ke instansinya.
“Saya tidak mengerti sama sekali, itu urusan internal perusahaan,” jawabnya.
Yang jelas uang muka dengan total Rp 600 juta telah ditransfer ke rekening milik perusahaan. Persoalan adanya kwitansi dan saksi yang menyebut ada oknum yang meminta uang itu dialirkan ke salah satu dari tiga nama, bukan urusan pihaknya. “Ya itu urusan internal mereka, bukan urusan kami,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan NTB Wahyu Priyono memastikan pihaknya punya atensi dalam kasus ini. Mereka menjanjikan akan turun untuk melakukan audit pada jembatan Dasan Agung di awal tahun 2018. “Sekitar bulan Februari (atau) bulan April,” Kata Wahyu.
Ia membenarkan, kasus mangkraknya jembatan Dasan Agung, masuk dalam atensi lembaga auditor negara ini. Sesuai dengan mekanisme kerja yang ada di BPK, untuk proyek yang dikerjakan tahun 2017, selanjutnya akan diperiksa di tahun 2018. “Ini informasi yang bagus, ada yang mangrak ini,” ujarnya.
BPK ingin memastikan, proyek ini telah dikerjakan sesuai dengan mekanisme yang seharusnya. Jangan sampai ada potensi kerugian negara di dalamnya. “(Apalagi) ini dari belanja daerah kan?” tanyannya mempertegas soal anggaran dari jembatan itu.
Pemerintah Daerah punya kewajiban memastikan proyek dikerjakan dengan cara yang benar. Sesuai dengan aturan yang telah digariskan dalam kontrak. Sehingga setiap rencana pembangunan yang telah dirancang pemeritah, kemanfaatannya dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
“Nanti kita lihat proses seperti apa, sebab akibat seperti apa. (Sudah) Putus kontrak? Nanti kan kita bisa hitung (berapa kerugian negara),” pungkasnya. (zad/r5)
Sumber: Lombok Post