“BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan Negara”, demikian bunyi Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pasal tersebut merupakan dasar hukum bagi personil BPK RI bila akhirnya dipanggilmenjadi ahli dan diambil keterangannya dimuka pengadilan.
Berkaitan dengan ketentuan tersebut pada hari jumat tangga 29 Januari 2010, tiga personil dari Kejaksaan Tinggi NTB datang ke Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi NTB untuk meminta bantuan dalam melakukan penghitungan atas kerugian Negara dalam kasus penghitungan pajak penghasilan Pejabat Bank NTB dan Tunjangan Purna Bakti yang nilainya sebesar 48 kali penghasilan.
Dalam acara yang dilakukan di Ruang Rapat BPK RI Perwakilan Provinsi NTB tersebut, Pihak BPK RI diwakili oleh Kepala Perwakilan, Kasubaud NTB I dan II, Para Kasi, Kasubbag Hukum dan Humas serta Seluruh anggota Tim Pemeriksa Bank NTB. Acara diawali dengan pemaparan dari Personil Kejaksaan tinggi tentang kasus Bank NTB untuk kemudian BPK mengajukan pertanyaan atas paparan tersebut.
Kasubbag Hukum dan Humas, Irawan Krisnanto, S.H., M.H menyatakan bahwa data-data yang disampaikan oleh Kejaksaan Tinggi masih belum mencukupi dan memerlukan data pendukung lain agar penghitungan kerugian Negara yang akan dilaksanakan oleh BPK RI lebih akurat. Atas hal itu pihak Kejati bersedia untuk menyiapkan data yang dibutuhkan bila akhirnya nanti akan mengambil keterangan BPK RI dalam Berita Acara Penyidikan (BAP). Acara yang dimulai pukul 09.00 Wita tersebut berakhir pada pukul 11.00 Wita.