MATARAM – Pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksaan Keuangan Daerah (BPK) dengan melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) membuat Pemkot Mataram cemas. Sebab tidak ada jaminan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) bisa dipertahankan tahun ini.
”Harap-harap cemas, ya. Jadi sekarang ini yang mengkhawatirkan adalah (perubahan sistem) dari cash basis menjadi accrual basis,” kata Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Mataram Yance Hendradira, Senin (11/4).
Pantauan Lombok Post, sejak pagi tim KAP melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan dan aset Pemkot Mataram di ruang rapat BPKAD Kota Mataram. Petugas berpakaian batik rapi ini terlihat sibuk memeriksa lembar laporan yang diberikan.
Pemeriksaan ini akan berlangsung selama 30 hari sejak Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Mataram Tahun 2015 diserahkan ke BPK NTB 31 Maret. Rencananya, pemeriksaan berakhir tanggal 4 Mei mendatang.
Berbeda dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) wali kota yang berisi program kebijakan, LKPD lebih khusus berisi laporan keuangan dan aset yang lebih detail.
Saat ini, Pemkot Mataram hanya bisa menunggu. Hasil pemeriksaan KAP ini akan menentukan opini yang didapatkan Pemkot Mataram. Apakah wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP) atau disclaimer.
”Dinilai bagaimana penyajiannya wajar atau tidak wajar. Kalau wajar semua namanya WTP, kalau tidak wajar namanya WDP,” kata Yance.
Meski demikian, Yance memiliki rasa optimis bisa mempertahankan WTP. Alasannya, permasalahan aset sebagian besar sudah diselesaikan. Dari Rp 64 miliar aset yang bermasalah, semuanya sudah direklas atau dikeluarkan dari kelompok aset tetap menjadi kelompok aset lainnya.
Dengan cara ini, tahun 2015 lalu untuk pertamakalinya Pemkot Mataram mendapat opini WTP. Tercatat dari Rp 64 miliar nilai aset bermasalah Rp 39 miliar sudah diselesaikan, sisanya Rp 25 miliar saat ini sedang dalam proses penyelesaian.
”Ini yang sedang berjalan kita selesaikan, tapi itu sudah masuk dalam aset lainnya. Jadi tidak masalah,” katanya.
Aset senilai Rp 25 miliar ini terdiri dari bermacam-macam aset. Seperti buku-buku dan bangku-bangku yang rusak. Sementara masalah kendaraan dinas sudah selesai semuanya. Yang rusak-rusak dilelang. Termasuk kendaraan anggota dewan, sudah dikembalikan semua.
Yance mengklaim dari semua temuan BPK, 93 persen lebih sudah diselesaikan. Sehingga ia optimis endingnya bagus alias WTP.
Hanya saja, dengan adanya perubahan sistem menjadi accrual basis tentu akan ada perbedaan penilaian. Hal ini membuatnya cemas. Dijelaskannya, ada beberapa perbedaan antara sistem cash basis dengan accrual basis. Seperti dalam pencatatan hutang piutang, jika sebelumnya tidak tercatata istilah hutang piutang, sekarang harus dicatat.
Misalnya target pendapatan dari sektor parkir Rp 2 miliar, tapi yang terealisasi hanya Rp 1,5 miliar, berarti sisanya yang belum tertagih masuk dalam piutang.
Kelompok piutang itu harus dilaporakan dan masuk dalam neraca. ”Penyelesaiannya dimasukkan ke dalam kelompok piutang, dan harus diselesaikan. Harus,” tegasnya.
Contoh lain seperti belanja air dan listrik. Kalau tidak diselesaikan sampai akhir tahun dan diselesaikan tahun berikutnya. Penundaan pembayaran air listrik yang melampaui tahun anggaran ini masuk kelompk hutang.
Di sisi aset, dalam accrual basis menggunakan penyusutan. Jika cash basis harga aset meja yang dibeli seharga Rp 3 juta dari awal sampai akhir tetap nilainya Rp 3 juta. Sekarang tidak, karena aset meja terus dipakai nilainya pasti semakin berkurang sehingga harus ada penyusutan nilai aset.
Setiap tahun, nilai barang terus berkurang. Sehingga lama kelamaan nilainya di pembukuan akan hilang, meski barangnya tetap ada.
”Setelah itu baru bisa dilakukan pelelangan-pelelangan,” tuturnya.
Nilai penyusutan masing-masing aset akan berbeda bisa lima persen, 10 persen atau 20 persen, tergantung jenis aset. Mobil penyusutannya cepat, sementara tanah nilainya terus naik.
”WTP itu adalah keharusan, kami hanya bisa beroda mendapatkannya, yang penting sudah bekerja keras,” katanya.
Sementara Anggota Komisi II DPRD Kota Mataram Abdul Malik berharap, dengan sistem accrual basis, bisa mempermudah pemerintah dalam mengelola keuangan dan aset daerah. Pemerintah harus mengikuti aturan ini dengan baik agar opini WTP tidak lepas tahun ini.
Sementara terkait aset-aset yang belum tuntas maka harus segera diselesaikan agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. Ia berharap semua permasalahan aset dan temuan BPK bisa diselesaikan dengan baik.
”Kita yakin opini WTP bisa didapatkan selama aturan sudah dijalankan dengan baik,” kata politisi Golkar ini. (ili/r6)
Sumber: Lombok Post