Auditor BPK Beri Kesaksian

Sidang Kasus Korupsi Bank NTB

Mataram-Saksi ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB yang dihadirkan dalam siding lanjutan kasus Direksi Bank NTB terkait dana pesangon, menyatakan tetap dengan pendapatnya sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.

“Apa yang kami sampaikan dalam LHP tetap, tidak ada perubahan,” kata Dr Kamaluddin selaku saksi ahli dari BPK saat memberikan penegasan di depan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram, kemarin.

Kamaluddin yang menjabat Kepala Sub Auditorat NTB II yang saat memberikan didampingi Kepala Sub Bagian Hukum dan Humas, BPK NTB, Ida Bagus Ketut Wisnu, tetap dengan hasil audit yang ada, mengenai dugaan penyalahgunaan keuangan Negara berupa pemberian penghargaan purna bhakti tahun 2009 dan pembayaran pajak penghasilan penghargaan purna bhakti tahun 2007 bagi Direksi Bank NTB.

Tiga pejabat Bank NTB yang saat ini menjadi terdakwa, yakni Umar Yusuf, Rahiman, dan Sandi Saleh, dianggap menyalahgunakan keuangan negara dengan pemberian penghargaan purna bhakti dan beserta pajak penghargaan purna bhakti ini. Kebijakan ini dianggap bertentangan dengan regulasi yang ada di tubuh Bank NTB. Sehingga BPK menganggap ada penyalahgunaan keuangan negara dalam kasus ini.

Selisih dana terkait pajak yang harus dihitung sebagai kerugian negara mencapai Rp1,3 miliar.

Email Siain dan Alamsyah Dahlan selaku kuasa hukum terdakwa sempat mencecar saksi ahli mengenai bagaimana audit tersebut dilakukan BPK sehingga menyimpulkan adanya kerugian negara. LHP yang disampaikan BPK dianggap banyak yang tidak berdasarkan data-data yang valid. Begitu juga dengan metode analisis/audit yang dilakukan.

“Masih banyak yang tidak valid,” ujar Emil. Tiga orang terdakwa yang hadir dalam sidang ini juga mencecar auditor BPK ini. Para terdakwa tetap ngotot bahwa kebijakan yang dijalankan sesuai dengan ketetapan rapat pemegang saham (RUPS) Bank NTB. Sehingga apa yang dilakukan tidak bisa dianggap sebagai hal yang melanggar hukum.

“RUPS merupakan keputusan tertinggi di Bank NTB,” kata Yusuf salah seorang terdakwa.Sidang lanjutan kasus ini akan dilanjutkan Senin depan (30/8), masih dengan agenda menghadirkan saksi-saksi. Jaksa berencana akan menghadirkan saksi dari Bank Indonesia. (mni)

Lombok Post, 27 Agustus 2010