Mataram – Penuntutan kasus dugaan korupsi APBD NTB 2003 dengan tersangka Rachmat Hidayat dan Abdul Kappi nampaknya masih butuh waktu yang tidak sebentar. Pasalnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih belum bisa menuntaskan audit kerugian negara dalam kasus ini dalam waktu dekat. “Masih ada dokumen yang kurang dan kami perlukan untuk meyakinkan kami dalam mengaudit kasus ini,” kata Humas BPK Perwakilan NTB, Ida Bagus Ketut Wisnu didampingi tim auditor Egang Irawan di kantor BPK setempat, kemarin. |
Terkait itu, BPK bersurat ke Kejati NTB 26 Juli lalu untuk meminta dokumen tambahan untuk keperluan audit ini. Namun, BPK tak menyebutkan dokumen apa yang masih dibutuhkan. Surat permohonan dokumen ini merupakan kali kedua yang dikirim ke Kejati NTB. Sebelumnya juga BPK sempat bersurat, dalam rentang Juni 2010. |
Kejati NTB telah menetapkan Rachmat-Kappi sebagai tersangka dalam kasus korupsi APBD NTB 2003. Kasus ini telah menjerat mantan Gubernur NTB, H. L. Serinata, yang saat ini ditahan di Lapas Mataram. Dalam vonis, ditetapkan bahwa H. L. Serinata secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama. Kejati NTB telah menegaskan bahwa berkas pemeriksaan Rachmat-Kappi masih menunggu hasil audit BPK. |
Sebagian dokumen untuk kepentingan audit terkait kerugian negara terkait dugaan korupsi APBD 2003 yang melibatkan Rachmat-Kappi ini sudah diberikan pihak Kejati NTB ke BPK Perwakilan Mataram 17 Mei lalu. Dan pihak BPK sudah melakukan analisis awal dan mendalami audit untuk mengetahui berapa kerugian negara dalam kasus ini. “Pada intinya kita komitmen untuk mendukung Kejati NTB untuk menuntaskan kasus ini sesuai dengan dan wewenang yang kami miliki,” ujarnya. |
Dituturkan, jika segala macam dokumen yang dibutuhkan BPK ini bisa cepat didapakan dan proses pemeriksaan tim berjalan lancar hingga pemeriksaan BPK Pusat berjalan baik, maka laporan audit ini bisa tuntas akhir tahun ini. “Kapan pastinya laporan audit ini bisa tuntas kita tidak bisa prediksi, kalau laporan keuangan regular BPK harus selesaikan dalam jangka waktu dua bulan.” Paparnya. |
Lombok Past, 4 Agustus 2010 |