Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggelar sosialisasi Peran dan Fungsi BPK dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Desa di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Kamis (12/4/2018).
Sosialisasi ini dihadiri oleh para camat dan kepala desa se-Provinsi NTB, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman para perangkat desa terkait penggunaan dan pertanggungjawaban dana desa agar dikelola secara akuntabel dan transparan sesuai dengan peraturan yang berlaku.Anggota VI BPK, Harry Azhar Aziz yang hadir sebagai keynote speakermengatakan pemeriksaan pengelolaan dana desa merupakan tugas yang diamanatkan kepada BPK. Mengingat dana yang bersumber dari APBN itu jumlahnya kian meningkat setiap tahun.Pada tahun 2015 jumlah dana desa sebesar Rp20 triliun, tahun 2016 sebesar Rp47 triliun, tahun 2017 sebesar Rp81 triliun, tahun 2018 sebesar 103 triliun dan pada tahun 2019 akan dianggarkan sebesar Rp111 trilyun.
Sehingga dalam pengelolaannya harus bersifat terbuka atau transparan, karena pengelolaan dana desa itu termasuk ke dalam pengelolaan keuangan negara.
“Selain itu juga harus bersifat bertanggung jawab atau akuntabel, yang berarti dalam pengelolaan keuangan harus taat kepada peraturan perundang-undangan dan pengelolaan keuangan juga harus ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” tutur Harry.
Sementara itu, Anggota II BPK, Agus Joko Pramono mengatakan BPK melihat komposisi anggaran dalam Rencana Anggaran dan Belanja Desa yang ada pada saat ini tidak mengarah kepada apa yang seharusnya menjadi kebutuhan pokok untuk masayarakat desa. Menurutnya, pengelolaan dana desa tidak akan terlaksana dan terimplementasi dengan baik jika tidak ada evaluasi dalam pelaksanaannya, salah satunya dengan melibatkan masyarakat untuk mencegah ketidakpercayaan masyarakat kepada pengelola anggaran dana desa.
Untuk itu diharapkan aparat perangkat desa transparan dalam pengelolaan dana desa kepada masyarakatnya.Penyebab potensi permasalahan yang akan timbul dari pengelolaan dana desa adalah regulasi yang relatif baru yang belum sepenuhnya dipahami oleh pelaksana di daerah yaitu pemerintah desa, pemerintah kabupaten dan kota selaku pembina dan sekaligus pengawas. Selain itu besarnya dana yang harus dikelola oleh pemerintah desa belum selaras dengan kemampuan SDM di desa yang beragam, kondisi geografis yang sangat luas serta jumlah pendiuduk dan luas wilayah yang bervariasi.
“Ada beberapa prinsip dasar yang harus dilakukan oleh pengelola dana desa agar tidak menjadi permasalahan hukum atau dianggap fraud, antara lain tidak untuk kepentingan pribadi. Kemudian setiap apapun yang dibelanjakan harus disertai dan diciptakan bukti baik bukti internal maupun bukti eksternal dan yang terakhir bukti belanja harus dicatat dan catatan yang telah dibuat harus dilaporkan secara periodik kepada atasan”, kata Agus Joko.
Wakil Ketua BPK, Bahrullah Akbar mengatakan dalam hal membangun desa ada tiga kementerian yang terlibat yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Desa PDTT dan Kementerian Dalam Negeri. Dimana seringkali persoalan datang dari tiga kementerian tersebut, seperti persoalan pendamping, penyusunan laporan keuangan atau alokasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.Perkembangan alokasi dana desa pada tahun 2018 telah mencapai Rp 60 triliun, ini adalah berkah dari pembangunan yang terus meningkat sehingga diharapkan dapat membangun Indonesia hingga ke wilayah pinggiran.
“BPK telah memformulasikan, bahwa untuk prioritas pemeriksaan dana desa ke depannya adalah berupa pemeriksaan kinerja,” tutur Bahrullah yang hadir sebagai narasumber tentang Mencari Model Pengawasan Keuangan Desa dalam Mewujudkan Good Village Governance.
Sumber: Keuangan Negara