Mataram – DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota se-NTB, Senin kemarin menandatangani Memorandum of Understansing (MoU) alias Nota Kesepahaman dengan BPK RI terkait tata cara penyerahan hasil pemeriksaan keuangan dari BPK RI kepada DPRD. Adanya nota kesepahaman ini diharapkan bisa memperbaiki kinerja keuangan dan pengawasan terhadap penggunaan anggaran di NTB. Hadir dalam kesempatan tersebut, Gubernur NTB, TGH. M. Zainul Majdi, MA., Anggota DPR RI, Rizal Djalil, Anggota DPR RI, M. Syafrudin, ST., Ketua DPRD NTB, Drs. H. L. Sujirman bersama anggota DPRD NTB. Hadir pula para kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten/Kota di NTB bersama ketua DPRD masing-masing. Berpidato usai penandatanganan nota kesepahaman tersebut, Gubernur NTB mengingatkan bahwa indikator untuk menilai keberhasilan dari fungsi pengawasan terhadap laporan keuangan bisa terlihat dari membaiknya kinerja pengelolaan program. “Bukan meningkatnya jumlah temuan (BPK) dan tindak lanjut dari temuan itu,” tandasnya. Gubernur juga mengingatkan bahwa penerapan desentralisasi telah membawa dampak berupa bertambahnya program atau kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Beberapa sektor strategis yang dikelola oleh daerah juga mendapat alokasi anggaran yang lebih banyak menyusul diterapkannya desentralisasi. Karenanya, Gubernur mengingatkan bahwa peningkatan alokasi anggaran tersebut membutuhkan peningkatan manajemen dan kemampuan SDM serta dukungan moralitas yang semakin kuat. Hal ini dianggap penting untuk meminimalisir kesalahan dan penyalahgunaan anggaran ataupun penyimpangan lainnya. Sujirman, dalam sambutannya juga menegaskan harapan serupa. Sujirman juga sempat menyinggung persoalan efisiensi anggaran yang baru-baru ini tengah menjadi isu hangat di NTB. Menurutnya, hasil pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI bisa sangat bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah daerah. Pada gilirannya, proses yang telah mereka lakukan ini juga akan mendorong pada penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Anggota BPK RI, Rizal Djalil, dalam pidatonya mengingatkan bahwa pihaknya tidak ingin jika pejabat-pejabat di lingkup pemerintahan daerah atau pusat harus berhadapan dengan persoalan hukum setelah merampungkan masa jabatannya. Rizal mencotohkan salah satu daerah di timur Indonesia yang Wakil Gubernur, beberapa Bupati dan Walikotanya kini tengah dijerat persoalan hukum. Menurutnya, dilakukannya MoU ini juga merupakan bagian dari upaya untuk menghindari adanya penyimpangan yang bisa saja terjadi karena ketidaksengajaan. Untuk tujuan itu, Rizal mengaku pihaknya baru-baru ini telah berkoordinasi dan berdiskusi dengan sejumlah kepada daerah. “Saya sudah jelaskan, kita sudah duduk sama-sama, diskusikan. Saya sedih dan prihatin kalau harus tanda tangani surat ke KPK. Dalam situasi sekarang ini, siapa saja bisa mengadu, bukan hanya competitor politik, masyarakat biasa pun dengan gampangnya melapor ke KPK,” ujarnya. Suara NTB, 28 September 2010 |