Mataram – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI kemarin menandatangani nota kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan DPRD NTB. MoU ini terkait tata cara penyerahan hasil pemeriksaan keuangan dari BPK RI ke DPRD. “Kerjasama ini salah satu antisipasi kita agar laporan hasil pemeriksaan keuangan tidak dipolitisi,” kata Anggota BPK RI, Rizal Djalil saat memberikan sambutan dalam penandatanganan nota kesepakatan antara BPK RI dengan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota di wilayah NTB di Ruang paripurna DPRD NTB, kemarin. Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam melakukan audit terhadap penggunaan keuangan negara, BPK juga tak lepas dari sejumlah tantangan. Salah satunya politisasi yang dilakukan sejumlah kalangan terhadap laporan hasil pemeriksaan. Sebagai lembaga negara yang dituntut bekerja secara professional, BPK membutuhkan sebuah situasi yang kondusif, terutama setelah mereka menyampaikan hasil kerja. Ketentuan Undang-undang nomor 14 tahun 2006 tentang BPK mengharuskan agar lembaga pertama yang menerima hasil kerja BPK adalah DPR dan DPRD yang merupakan lembaga politik. Secara filosofis, lembaga DPR dan DPRD dipilih sebagai lembaga pertama yang menerima laporan BPK karena dianggap merupakan substansi dari rakyat itu sendiri. akan tetapi, setelah laporan BPK dibuka ke publik, suasana terkadang berubah menjadi tidak seperti yang diharapkan. “Kita berharap ada situasi yang kondusif. Jangan sampai ketika laporan masuk ke DPRD, situasi menjadi tidak tentu, politisasi di mana-mana” tegasnya. Menurut Rizal, jika ada hal-hal teknis yang diperlukan oleh DPRD setempat, pihaknya siap untuk diundang guna memberikan penjelasan atas temuan-temuan yang telah disampaikan. “Dan kami selalu siap 24 jam untuk menjelaskan temuan itu secara detail. Tapi bukan di forum-forum yang tidak jelas,” cetusnya dengan nada tinggi. Ditegaskan, pihaknya bermaksud untuk memberikan iklim yang tenang dan penuh stabilitas bagi Gubernur, Bupati dan walikota. Sehingga laporan-laporan itu tidak mengganggu pemimpin daerah itu menjalankan tugasnya. “Karena itulah, kami di BPK RI baru-baru ini juga melakukan perombakan dengan memperbaiki website,” jelasnya. Dikatakan, jika sebelumnya publik bisa mengakses temuan-temuan BPK secara terbuka, saat ini website BPK sudah lebih tertutup. “Kita hanya tampilkan ikhtisarnya (audit BPK). Kalau ada pihak-pihak yang menginginkan detail, silahkan datang ke BPK, untuk apa, nama siapa, keperluannya apa, kita akan layani,” tandasnya. Sementara Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan, pengawasan dan kendali dari BPK sangat diperlukan. Hal ini semata-mata untuk menjaga jalur keuangan daerah. “Korupsi saat ini tidak hanya terjadi dalam kesengajaan, namun juga karena kelemahan SDM pengelola program atau anggaran dalam melaksanakan tugas,” jelasnya. Dikatakan, pengawasan melalui audit BPK ini merupakan salah satu fungsi manajemen. Sebab, hasil pengawasan ini akan menjadi referensi dalam mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi pengelolaan anggaran. “Apakah sudah sesuai dengan rencana, norma, standard, prosedur dan criteria yang ditetapkan,” paparnya. Dalam MoU yang dihadiri Ketua DPRD dan pemimpin daerah se NTB ini, Gubernur juga menyatakan laporan hasil audit BPK ini sangat bermanfaat sebagai salah satu sarana evaluasi. Terutama dalam rangka meningkatkan ke]inerja pemerintahan demi menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. “Karena itu saya menyambut positif MoU ini. Semoga ini memiliki tindak lanjut sesuai harapan kita semua saat ini,” tandasnya. Lombok Post, 28 September 2010 |