BPK Temukan Kekurangan Volume Pembangunan RS Pratama Dompu

Pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama di Soriutu Kecamatan Manggelewa tahun 2017 lalu ditemukan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 528 juta dari nilai kontrak Rp 16 miliar lebih. Kekurangan volume ini tidak pada satu item pekerjaan, tapi akumulasi dari beberapa pekerjaan yang dihitung BPK.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek RS Pratama, Maman, SKM, MMKes kepada Suara NTB, kemarin mengakui hasil pemeriksaan khusus BPK atas pembangunan RS Pratama ditemukan ada kekurangan volume pekerjaan. Kekurangan volume ini tidak hanya satu item pekerjaan, tapi dari beberapa item pekerjaan dan diakumulasikan sebesar Rp 528 juta.

“Tim pemeriksa cukup teliti sekali. Bahkan pondasinya sampai digali untuk mengukur kedalaman pondasi,” kata Maman yang juga Kepala Bidang Penyehatan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Dompu.
Temuan kekurangan volume pekerjaan ini, lanjut Maman, sudah langsung diselesaikan dengan pemotongan termin pekerjaan yang belum dicairkan.

Walaupun sempat ada keinginan kontraktor pelaksana agar pembayaran temuan ini dilakukan secara bertahap, tapi karena masih ada sisa uang yang belum dibayarkan sehingga langsung dipotong.“Kita langsung potong dari sisa termin yang belum kita bayarkan. Jadi sudah selesai,” katanya.

Maman juga mengaku, masih ada pembangunan Puskesmas Rasabou Huu tahun 2017 lalu yang masih dalam penyelesaian. Proyek senilai Rp 4,2 miliar ini dikenai denda 1/1000 dari sisa pekerjaan sebanyak 5 persen. “Total dendanya Rp 250 ribu per hari. Itu pekerjaan finishing saja. Saat ini pekerjaan sudah hampir rampung,” jelasnya.

Terkait operasional RS Pratama di Soriutu, Maman mengaku, saat ini tim Dinas Kesehatan Dompu sedang melakukan studi banding di RS Pratama Narmada di Lombok Barat yang sudah lebih dulu beroperasi. Setelah study banding, nantinya akan dirumuskan struktur organisasi dan mekanisme kerjanya. “Struktur organisasi ini nanti akan diperdakan, karena ini terkait dengan eselonisasi,” ungkapnya.

Setelah struktur diperdakan, baru diajukan ke Dinas Kesehatan Provinsi untuk diajukan izinnya ke Kementrian Kesehatan. Namun proses izinnya ini tidak akan langsung dikirim ke Kementrian Kesehatan, tapi tim Provinsi akan melakukan proses assessment. Bila ada kelengkapan yang belum lengkap, baik secara administrasi maupun struktur organisasi dan kelengkapan peralatan akan dikembalikan lagi ke daerah.

 “Bukan karena ini permintaan Mentri Kesehatan, lalu semua tahapannya dipermudah, tidak bisa. Kalau belum lengkap, akan dikembalikan lagi ke daerah untuk dilengkapi. Setelah semua persyaratan dilengkapi baru akan dikirim ke Kemenkes. Jadi proses izin operasional ini paling cepat 6 bulan,” kata Maman. (ula)

Sumber: Suara NTB