Mataram (suarantb.com) – Mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Tahun Anggaran (TA) 2016, ternyata kelola keuangan NTB masih menyembunyikan sejumlah masalah. Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB, Wahyu Priyono menyampaikan sepuluh temuan dalam laporan keuangan tersebut.
Sepuluh temuan tersebut terbagi atas lima temuan penyimpangan sistem pengendalian internal (SPI) dan lima penyimpangan kepatuhan terhadap perundang-undangan.
Temuan penyimpangan SPI ini dijelaskan Wahyu, cenderung berfokus pada syarat-syarat perbaikan SPI atau bersifat administratif. “Kalau menyebutkan angka pun, tidak untuk dikembalikan,” ujarnya, Jumat, 2 Juni 2017.
Berikut adalah lima temuan BPK berupa penyimpangan SIP:
- Pengelolaan kas di RSUD NTB belum sesuai ketentuan. Wahyu mencontohkan, adanya keterlambatan penyetoran sisa kas atau jasa giro yang seharusnya tidak dikenakan pajak, tapi dikenakan pajak.
- Pengelolaan retribusi jasa usaha atau sewa aset pemerintah daerah belum optimal, seperti di PT Suara Nusa. Dalam hal retribusi, pengelolaan aset pemda yang disewakan ke pihak ketiga juga belum optimal. “Yang habis masa berlaku seharusnya diperpanjang, tepi belum diperpanjang,” ucapnya.
- Pengelolaan persediaan pada rumah sakit milik daerah belum memadai. Persediaan seperti halnya stok obat harusnya dikelola dengan disimpan dalam gudang untuk kemudian aktivitas keluar masuknya dicatat. Termasuk mencatat persediaan obat yang kedaluarsa. Aktivitas ini diakui Wahyu belum dilakukan dengan tertib, masih ada yang salah catat.
- Investasi pemerintah pada dua perusahaan bukti kepemilikannya hingga saat ini belum ada, yaitu pada PT ITDC dan PT Suara Nusa.
- Laporan pertanggungjawaban atas belanja bantuan sosial belum semuanya masuk. Padahal semua bantuan sudah disalurkan dan diterima langsung oleh rekening penerima dan dipastikan sudah masuk semua.
“Ternyata setelah kita teliti mereka bantuan itu baru cair di pertengahan Desember jadi ndak bisa buat laporan d akhir Desember 2016 atau awal Januari. Harusnya belanja bantuan diberikan di awal,” tambahnya.
Untuk penyimpangan atas kepatuhan pada peraturan perundang-undangan, berikut lima temuan BPK Perwakilan NTB:
- Pembangunan gedung DPRD NTB yang pernah putus kontrak, dan dilanjutkan rekanan kedua. Ternyata, jaminan pelaksanaan oleh rekanan pertama yang diputus kontrak hingga sekarang belum bisa dicairkan. Namun, Wahyu meyakinkan saat ini pemda tengah berusaha melakukan penarikan melalui Bank Jatim dan masih diproses.
- Pelaksanaan pekerjaan barang yang diserahkan pada pihak ketiga di tiga SKPD Pemprov NTB, salah satunya Dinas Pekerjaan Umum tidak sesuai kontrak senilai Rp 484,8 juta. Atas temuan itu, dari SKPD yang bersangkutan telah menyetor Rp 27,7 juta dan tersisa Rp 457 juta yang belum.
- Lima paket pekerjaan belanja modal pada empat SKPD yakni Dinas PU, Sekretariat DPRD NTB, BPBD NTB dan RSUD Provinsi NTB tidak sesuai kontrak senilai Rp 651,284 juta. “Ini sudah ditindaklanjuti, dan dikembalikan Rp 482,23 juta. Sisanya belum,” sebutnya.
- Perhitungan pembayaran penghasilan tidak kena pajak (PPKP) tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 2,6 miliar.
- Jasa pelayanan RSUD kurang potong Rp 1,76 miliar. “RS seharusnya tarifnya menggunakan peraturan pemerintah yang terbaru tahun 2010. Tapi dia masih menggunakan aturan lama atau aturan lain,” imbuhnya.
Atas temuan ini, BPK pun memberikan rekomendasi untuk Pemprov NTB. Dengan catatan, rekomendasi ini harus dituntaskan dalam waktu 60 hari. Dan BPK Perwakilan NTB akan melakukan pengecekan atas tindak lanjut terhadap rekomendasi tersebut per semester, yakni Juli dan Desember. (ros)
Sumber: Suara NTB