Penilaian opini dengan tingkatan berbeda dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), semua akan tergantung dari sikap proaktif pemerintah daerah. Tingkat kesungguhan akan menentukan hasil, disclaimer (BPK tak menyatakan pendapat), Wajar Dengan Pengecualian (WTP) atau dengan predikat tertinggi, Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pemerintah yang berhasil meraih WTP, tentu untuk mempertahankannya dianggap tidak mudah.
Mempertahankan predikat ini, tidak hanya soal kepatuhan atas aturan saja, tapi kemauan untuk upgrade setiap aturan dan mengaktualisasikannya pada pengelolaan keuangan daerah tiap tahun. Ini kemudian dianggap bisa mempengaruhi predikat WTP atas kepatuhan pengelolaan keuangan pemerintah daerah.
Plt. Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB Wahyu Priyono SE., MM., CA., Ak., memberi gambaran. “Misal tahun ini pemerintah daerah dapat WTP. Tahun depan aturan pengelolaan keuangan berubah lagi, tapi tidak diantisipasi oleh pemerintah daerah melalui penyesuaian penggunaan sampai pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. Nah ini bisa mempengaruhi opini,” kata Wahyu saat berkunjung ke Redaksi Harian Suara NTB dan interaktif di Radio Global FM Lombok, Selasa (31/5).
Untuk itu, gubernur, bupati dan walikota diminta tidak terlena dengan penilaian WTP yang sudah diraih. Predikat WTP memang diperoleh karena semua pos anggaran dan akun akun pengelolaan keuangan yang dinilai wajar. Namun perlu diantisipasi di tahun berikutnya terkait perubahan aturan.
‘’Sebab sekali lagi kita berikan penilaian itu kan berdasarkan kepatuhan atas aturan pengelolaan keuangan. Bagaimana pun perubahan aturan, itu yang diikuti,” ujarnya menyebut kata kunci dari predikat WTP. Atas kesadaran upgrade aturan seperti ini, BPK mengaku sangat apresiasi, sebab melihat ada sikap proaktif pemerintah untuk memperbaiki semua lini pengelolaan aset sampai keuangan.
Sekali lagi Wahyu memberi gambaran, bahwa pemantauan pengelolaan keuangan agar Pemda terus mendapat predikat WTP konsisten dilakukan setiap tahun. Tapi semua itu akan kembali lagi sikap keterbukaan dari Pemda. Karena lembaganya ada di posisi asistensi untuk berperan aktif dalam pengelolaan keuangan negara.
Diberikannya catatan, meski pun pemda terus di jalur WTP setiap tahunnya, tetap saja ada catatan yang harus diperbaiki, dengan cara terus membentuk sistem yang baik. Kelemahan-kelemahan yang jadi temuan bisa ditindaklanjuti untuk dilakukan perbaikan sesegera mungkin.
Pengawasan internal di pemerintah daerah, baik yang melekat dari atasan maupun tidak langsung dari Inspektorat, BPK dan BPKP dianggap sebagai proteksi paling efektif mencegah penyimpangan atau pun maladministrasi. ‘’Ini untuk menjaga agar penyimpangan yang terjadi tidak terulang lagi, agar tidak ada penyimpangan baru,’’ pungkasnya. (ars)
Sumber: Suara NTB