Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB menemukan penggunaan dana bantuan keuangan bagi 106 pengurus partai politik (parpol) belum sesuai ketentuan. Dari 121 laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan parpol, hanya 15 parpol yang sudah sesuai aturan.
Sementara, 106 laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan parpol sudah sesuai dengan pengecualian. “Sisanya 106 pengurus parpol itu sesuai dengan pengecualian. Pengecualian dalam hal-hal tertentu. Misalnya, pertanggungjawaban keuangan tak memadai atau tak didukung bukti-bukti pengeluaran yang memadai,” kata Kepala BPK Perwakilan NTB, Wahyu Priyono, SE, MM, CA, Ak dikonfirmasi usai penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) di Mataram, Kamis, 29 Maret 2018 siang.
Wahyu menyebutkan BPK menemukan ada pengeluaran dari parpol yang tidak didukung bukti, hanya sebatas kuitansi saja. Bahkan ada pengeluaran yang tidak ada kuitansinya. Menurutnya, hal ini tak memenuhi persyaratan-persyaratan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
Meskipun demikian, Wahyu mengatakan hal ini bukan berarti ada indikasi penyimpangan. Menurutnya, penggunaan dana sudah sesuai aturan, cuma ada satu atau dua kegiatan yang belum sesuai. “Misalnya kita nilai 10 item kegiatan. Itu hanya satu yang tak sesuai atau hanya dua yang tak sesuai. Kebanyakan hanya kelengkapan administrasinya saja,” ucapnya.
Sesuai Permendagri, bantuan keuangan parpol digunakan 60 persen untuk pendidikan politik dan 40 persen untuk administrasi atau operasional. Yang jelas, kata Wahyu, dana bantuan keuangan itu tak boleh digunakan untuk membeli kendaraan. Jika ada parpol yang menggunakan bantuan keuangan tersebut untuk membeli kendaraan, maka pasti akan langsung jadi temuan.
Mengenai penggunaan 60 persen bantuan keuangan untuk pendidikan politik, BPK menemukan ada parpol yang masih mengalokasikan 20 persen sampai 40 persen. Sisanya digunakan untuk administrasi perkantoran dan rapat-rapat. Diharapkan parpol dapat me ngalokasikan bantuan keuangan tersebut sesuai dengan Permendagri. Yakni 60 persen untuk pendidikan politik dan 40 persen untuk administrasi parpol.
Mengenai empat parpol di Lombok Timur (Lotim) yang tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan, Wahyu mengatakan pihaknya belum mengetahui kendala yang dihadapi masing-masing pengurus parpol tersebut. Ia mengatakan BPK sudah cukup proaktif dengan memanggil dan mendatangi kantor parpol yang bersangkutan.
“Kita sudah panggil dan didatangi. Ada kantornya, orangnya tidak ada. Setelah dipanggil, ada yang datang, ada yang ndak. Ada satu partai komputernya rusak, filenya hilang. Ada satu partai lagi, ada lagi alasannya,” ungkapnya.
Menurut Wahyu, laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tersebut cukup penting. Mengingat parpol adalah badan publik. Sehingga harus punya akuntabilitas publik. “Harus bisa menyampaikan pertanggungjawaban ke publik. Salah satunya menyampaikan laporan pertanggungjawaban dana parpol,” tandasnya. (nas)
Sumber: Suara NTB