Reformasi Birokrasi BPK RI

Mataram-Reformasi Birokrasi (RB) yang digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 2008 dengan BPK sebagai salah satu institusi percontohan sejak tahun 2007, memasuki babak yang sangat penting. Babak tersebut berupa penerapan RB di lembaga pemerintahan secara lebih luas setelah dianggap sukses penerapannya terhadap institusi percontohan (BPK, Kementerian Keuangan, dan Mahkamah Agung). Sebagaimana kita ketahui mulai tahun 2011 RB akan diterapkan pada sebelas instansi termasuk TNI dan POLRI dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

BPK sebagai institusi percontohan tentunya dianggap berpengalaman dalam implementasi RB. Dengan skala perubahan yang cukup masif, mendalam, dan berjangka panjang selama tiga tahun ini, BPK dapat berbagi kepada instansi lain dalam memilih pendekatan dan menghadapi permasalahan selama penerapan RB. Meningkatnya hubungan kelembagaan dengan lembaga pemerik¬sa di dunia internasional, BPK mendapat kepercayaan menjadi referensi utama dalam pemeriksaan atas bencana alam (disaster audit) dan pemeriksaan atas hutan (forestry audit) karena BPK dapat mengkapitalisasi pengalaman terkait kedua hal tersebut dengan menuangkannya dalam suatu audit manual yang telah diterapkan.

Secara garis besar dampak RB di BPK mengerucut pada sasaran strategis yang terkait pemenuhan kebutuhan para pemangku kepentingan, yakni mendorong terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan transparan. Wujud nyata yang dapat diperankan oleh BPK adalah peningkatan opini atas laporan keuangan yang disusun pemer¬intah pusat dan daerah. BPK telah memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified Opinion) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2009. Ini berarti, terjadi pening¬katan opini dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada 2004 s.d. 2008 dimana LKPP mendapat opini Disclaimer. Demikian pula dengan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementrian Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Opini LKKL Tahun 2009 secara persentase menunjukkan adanya kenaikan. Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 57% dari total LKKL yang sebelumnya hanya 41% (tahun 2008) dan 19% (tahun 2007). Sementara opini TMP hanya 10% dari total LKKL yang sebelumnya 22% (tahun 2008) dan 41% (tahun 2007). Un¬tuk pemeriksaan atas LKPD, opini LKPD Tahun 2009 secara persentase juga menunjukkan adanya kenaikan. Opini WTP sebanyak 4% dari total LKPD yang sebelumnya hanya 3% (tahun 2008) dan 1% (tahun 2007). Sementara opini TMP hanya 13% dari total LKPD yang sebelumnya 24% (tahun 2008) dan 26% (tahun 2007). Peningkatan opini tersebut tidak lepas dari upaya BPK bersinergi dengan pemerintah sehingga banyak rekomendasi BPK yang dilaksanakan oleh pemerintah guna memperbaiki kualitas penyusunan laporan keuangannya. Dalam hal ini 288 auditi telah menyusun rencana aksi untuk menjalankan rekomendasi BPK. Diharapkan tahun 2015 semua instansi pemer¬intah pusat dan 60% pemerintah daerah mendapatkan opini WTP.

Selain pemberian opini oleh BPK yang menunjukan ketaatan penyajian laporan keuangan terhadap standar akuntansi pemerintah, dampak RB terhadap pemerintahan yang akuntabel dan transparan dapat diukur dari upaya penyelamatan uang negara yang dilakukan BPK. Sampai dengan Semester I Tahun 2010, hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana dan telah disampaikan kepada Penegak Hukum adalah 293 kasus senilai Rp31,14 triliun dan USD481.38 juta. Sedangkan untuk Semester I Tahun 2010, hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana yang disampaikan kepada Penegak Hukum sebanyak 29 kasus senilai Rp184,00 miliar dan USD8.83 juta dengan rin-cian sebanyak 1 kasus senilai Rp7,96 miliar disampaikan kepada Kepolisian, sebanyak 12 kasus se¬nilai Rp79,82 milar dan USD8.83 juta disampaikan kepada Kejaksaan serta sebanyak 16 kasus senilai Rp96,21 miliar diserahkan kepada KPK. Sesuai UU Nomor 15 Tahun 2006, laporan keuangan BPK haruslah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk oleh DPR. Jadi BPK merupakan satu-satunya lembaga pemerintahan yang diaudit oleh KAP. Hal ini dimaksudkan agar pemberian opini dapat dilakukan oleh lembaga yang independen. Adapun opini atas Laporan Keuangan BPK menunjukan adanya peningkatan yang sebelumnya mendapat opini WDP atas LK tahun 2006 menjadi WTP Dengan Paragraf Pen¬jelas.
Selain opini oleh KAP, BPK juga dilihat kinerjanya oleh lembaga yang dianggap objektif. UU Nomor 15 Tahun 2006 juga mengatur bahwa BPK harus direviu oleh lembaga pemeriksa negara lain. Oleh karena itu pada tahun 2009 BPK direviu oleh ARK (lembaga supreme audit pemerintah Belanda) dengan hasil sebagai berikut:

“BPK has put in an impressive amount of work. Since 2004 it has laid strong foundations to function as a Supreme Audit Institution. It has opened 33 regional offices and recruited new staff. bpk has also de¬veloped a multi-year strategy based on key performance indicators for internal and external objectives. Although the Peer Review team has made many recommendations (meant for further improvement) the overall conclusion is clearly very positive”

Dampak nyata atas RB yang telah dilakukan oleh BPK sejak tahun 2007, terus mendorong BPK untuk meningkatkan mutu kelem¬bagaan dan ketatalaksanaan, meningkatkan mutu SDM dan dukungan manajemen, meningkatkan pemenuhan standar dan mutu sarana dan prasarana, dan meningkatkan pemanfaatan anggaran. Dengan dukungan pengelolaan perubahan yang tertata dan pemastian kualitas yang menyeluruh, BPK menjadi “leading by example” bagi institusi yang menjalankan RB di Indonesia dan bagi lem¬baga pemeriksa di negara lain.