Hasil pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah yang dilakukan oleh BPK RI, tingkat penyelesaian kasus-kasus kerugian negara/daerah baru mencapai 30%. Kendala umum yang menyebabkan belum optimalnya tingkat penyelesaian kerugian negara/daerah adalah belum optimalnya kinerja Tim Penyelesaian Kerugian Daerah/Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan-Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR) dalam memproses penyelesaian kerugian negara/daerah.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara (Kaditama Binbangkum) BPK RI, Nizam Burhanuddin, dalam laporannya pada acara Workshop Implementasi Percepatan Penyelesaian Kerugian Daerah terhadap Bendahara sesuai Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2007 bagi Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD)/Majelis Pertimbangan TP-TGR, yang dilaksanakan pada Kamis, 9 Oktober 2014, di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Workshop yang dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua BPK RI, Hasan Bisri, membahas materi-materi mengenai gambaran umum dan permasalahan penyelesaian kerugian daerah, hubungan hukum penyelesaian kerugian daerah dalam ranah hukum pidana dan administrasi, implementasi pelaksanaan Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara oleh Bendahara, serta diakhiri dengan sharing knowledgesebagai pendalaman workshop.
Pada kesempatan tersebut, Wakil Ketua BPK RI memberikan pengarahan kepada peserta workshop mengenai Percepatan Penyelesaian Kerugian Daerah Terhadap Bendahara Tahun 2014. Dalam arahannya, Wakil Ketua BPK RI mengatakan reformasi di bidang keuangan negara melahirkan 3 paket UU Keuangan Negara (UU 17/2003, UU 1/2004, dan UU 15/2004) dimana lahirnya 3 paket UU tersebut mempertegas definisi keuangan negara, definisi kerugian negara/daerah, mempertegas pemisahan fungsi antara Pengguna Anggaran (PA) dan Bendahara Umum Negara (BUN) serta mempertegas kewenangan BPK RI dalam pemeriksaan keuangan negara dan penyelesaian kerugian negara.
Bendahara adalah wakil negara/daerah yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan tugas-tugas perbendaharaan secara khusus, yaitu menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang milik negara/daerah. Bendahara adalah benteng terakhir pengamanan pengelolaan keuangan negara/daerah. Apabila pengelolaan keuangan negara/daerah telah bobol di tingkat bendahara, maka pertahanan pengelolaan keuangan negara telah rapuh dan beresiko terjadi penyimpangan dan penyelewengan yang lebih besar.
“Pengelolaan keuangan negara yang akuntabel diawali dengan pertanggungjawaban bendahara yang disajikan secara jelas dan dilengkapi dengan bukti-bukti yang memadai,”jelas Wakil Ketua BPK RI.
“Oleh karena itu apabila terjadi kerugian negara/daerah akibat perbuatan melawan hukum atau kelalaian yang dilakukan oleh bendahara, BPK RI berwenang menetapkan dan membebankan kerugian tersebut kepada bendahara, karena bendahara bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian yang terjadi akibat pembayaran yang tidak memenuhi syarat sahnya pembayaran”, tambahnya.
Dihadapan para peserta workshop yang terdiri dari para pejabat struktural/pelaksana dari Tim Penyelesaian Kerugian Daerah/Mejelis Pertimbangan TP-TGR di lingkungan Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, Wakil Ketua BPK RI juga mengatakan masih terdapat kendala dalam penyelesaian kerugian negara/daerah terhadap bendahara.
Kendala tersebut yaitu kendala pemahaman, kendala sumber daya manusia, kendala otorisasi/kewenangan, kendala harmonisasi antar lembaga negara dan kendala peraturan. Melihat kendala tersebut ada hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam penyelesaian kerugian negara/daerah.
Hal-hal yang perlu menjadi perhatian tersebut antara lain, instansi menerbitkan peraturan intern tentang mekanisme kerja Majelis Pertimbangan TP-TGR/TPKD/TPKN dan tata cara penyelesaian kerugian negara/daerah, instansi melakukan penertiban pengelolaan dokumen kerugian negara/ sesuai peraturan perundang-undangan, dan inspektorat/satuan pengawas internal meningkatkan fungsinya dalam melakukan pengawasan dan pembinaan kepada Majelis Pertimbangan TP-TGR/TPKD/TPKN dalam memproses penyelesaian kerugian negara/daerah, karena penyelesaian kerugian negara/daerah mempunyai arti penting untuk menjaga kualitas pengelolaan keuangan negara agar dapat dilaksanakan secara tertib, transparan, dan akuntabel.
Sumber : www.bpk.go.id