GIRI MENANG-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB menemukan kerugian negara di Lombok Barat (Lobar) sepanjang tahun 2016 hampir Rp 2 miliar.
Total kerugian negara tersebut tersebar di enam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Paling banyak ditemukan di Sekretariat Dewan dengan jumlah hampir menyentuh Rp 1,5 miliar lebih.
Sementara sisanya tersebar di lima SKPD lainnya. Yakni Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), DPMPTSP, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) (sekarang PMD), Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Dinas Ketahanan Pangan.
Temuan tersebut diberikan deadline harus ditindaklanjuti dan harus selesai dua bulan setelah keluarnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Apabila tidak selesai sampai batas waktu dua bulan, maka seperti arahan pimpinan wilayah IV BPK RI diserahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Kepala Inspektorat Lobar Agus Rahmat Hidayat menerangkan temuan BPK terhadap SKPD tersebut diwajibkan untuk menindaklanjuti. Dan apabila tidak ditindaklanjuti hingga dua bulan kedepan maka akan diproses. ”Apabila mereka (SKPD) tidak kooperatif dalam waktu dua bulan maka risiko ada pada yang bersangkutan,” terangnya, kemarin (5/6).
Untuk menindaklanjuti temuan BPK tersebut, ia mengaku hari ini akan mengumpulkan enam SKPD yang menjadi objek temuan. Mereka akan diminta untuk menandatangani surat keterangan tanggungjawab mutlak. Yang disertai agunan alias jaminan. “Mereka harus mencantumkan nanti (agunan),” katanya.
Apabila ada agunan, tidak perlu masuk APH. Agunan tersebut sudah menjadi ketentutan tindaklanjut yang dikeluarkan oleh BPK, bukan deskresi kepala daerah.
Agunan tersebut dijelaskan, bisa berupa sertifikat tanah, BPKB, barang perhiasan, dan tabungan atau barang berharga lain. Ia mencontohkan, apabila nanti kerugian di satu SKPD nilainya Rp 10 juta, maka agunannya minimal nilainya sama atau lebih dari RP 10 juta. ”Nantinya jaminan itu akan diserahkan kepada tim,” katanya.
Jika sampai batas waktu 60 hari ke depan paska LHP diserahkan, namun temuan tersebut belum bisa dituntaskan, maka secara sepihak setelah dihitung secara profesional, bisa meminta bantuan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atau lembaga yang ditunjuk untuk menghitung nilai agunan untuk dilelang.
Setelah dilakukan pelelangan, maka hasil lelang itulah yang akan digunakan untuk membayar sesuai besar hutang. Jika ada kelebihan maka kelebihannya dikembalikan kepada yang bersangkutan. ”Itu prosedurnya,” jelas Agus.
Terkait dengan temuan terbanyak di Sekretariat Dewan, Agus menerangkan itu berupa perjalanan dinas. Seperti kelebihan bayar penginapan, dan lain-lain. Misalkan bayar penginapan Rp 700 ribu, tapi tindakan menjadi Rp 800 ribu.
“Kan apabila 100 ribu dikali jumlah hari bisa dibayangkan. Apalagi sampai tiga atau lima hari,” jelasnya.
Sesuai arahan Ketua BPK RI dan Wakil Gubernur NTB HM Amin terhadap objek temuan BPK memberikan ruang dalam rentan waktu 60 hari sebelum diproses ke tahap selanjutnya.
Terpisah, Sekretaris Dewan H Isnanto Karyawan belum bisa memberikan keterangan terkait temuan BPK di SKPD yang dipimpinannya. Ia mengaku masih melakukan kroscek sebelum menindaklanjuti apa yang menjadi rekomendasi BPK itu. “Kita masih pelajari,” imbuhnya singkat.
Perlu diketahui, BPK memberikan 18 rekomendasi pada LHP 2016. Rinciannya, tujuh rekomendasi untuk Sistim Pengendalian Intern (SPI) dan 11 rekomendasi terkait kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Tujuh rekomendasi SPI tersebut seperti pengelolaan pendapatan pajak daerah pada Bapenda yang dianggap belum memadai. Selanjutnya pengelolaan investasi permanan pada PT Tripat tidak memadai serta investasi pada PT Indonesia Lombok Barat Bangkit belum didukung oleh Perda.
Selain itu BPK merekomendasikan agar Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Bapenda supaya menyusun sistem pelaporan pendapatan belanja BOS. Dan segera menerlurkan perarutan bupatinya terkait BOS. (zen/r5)
Sumber: Lombok Post