Setiap tahunnya, jumlah Dana Desa yang digelontorkan pemerintah untuk 74.957 desa di Indonesia terus bertambah. Tahun 2015 jumlah Dana Desa yang dikucurkan mencapai Rp 20 triliun. Di tahun 2017 jumlahnya berkembang menjadi empat kali lipatnya, yaitu mencapai Rp 81 triliun.
Untuk mencegah terjadinya penyelewengan penggunaan dana desa, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menggelar seminar bertajuk “Peran, Tugas, dan Fungsi BPK dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Desa” yang diikuti para kepala daerah, camat dan kepala desa se-NTB, Kamis (12/4/2018).
Kegiatan yang berlangsung di Ballroom salah satu Hotel di Mataram itu menghadirkan Wakil Ketua BPK RI Bahrullah Akbar, Anggota BPK RI Harry Azhar Aziz dan Agus Joko Pramono, Anggota DPR RI Eva Kusuma Sundari dan Willgo Zainar, Kasubdit IV Dittipidkor Bareskrim Polri Totok Suharyanto, Direktur Program Pascasarjana IPDN Sampara Lukman serta Pembantu Rektor IPDN Khasan Effendi dan Hyronimus Rowa selaku narasumber.
Keterlibatan BPK dalam proses audit Dana Desa dinilai sangat diperlukan. Korupsi di desa, terutama menyangkut anggaran desa, merupakan salah satu masalah mendasar. Permasalahan ini lahir karena pengelolaan anggaran yang besar namun implementasinya di level desa tidak diiringi prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola politik, pembangunan, dan keuangan desa.
Menurut data yang ada, jumlah kepala desa maupun perangkat desa yang terjerat terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 15 kepala desa pada 2015, 32 kepala desa pada 2016, dan 65 kepala desa pada 2017 terjerat kasus korupsi. Selain kepala desa juga terdapat 32 perangkat desa dan 3 orang yang merupakan keluarga kepala desa ikut terjerat.
Harry Azhar menjelaskan, sesuai amanat UUD 1945 terdapat tiga unsur dalam pengelolaan keuangan negara yang termasuk juga dana desa. Yang pertama adalah transparansi atau keterbukaan, kedua adalah akuntabilitas atau pertanggungjawaban dan yang ketiga adalah kemakmuran rakyat.
Dirinya juga menilai, kucuran Dana Desa yang tidak sedikit jumlahnya harus dapat mengurangi angka kemiskinan, pengangguran, dan rasio gini serta meningkatkan nilai IPM secara signifikan.
“Kalo saat Kepala Desa menjabat, angka kemiskinan kemudian pengangguran dan rasio gini tidak turun lalu IPM tidak naik, berarti anda gagal jadi Kepala Desa,” tegas Harry Azhar.
Sementara itu Kepala Inspektorat Lombok Barat H. Rachmat Agus Hidayat usai acara mengatakan, berdasarkan MoU antara pihak kejaksaan, kepolisian dan Kementerian Dalam Negeri RI bahwa untuk tingkat paling bawah Inspektorat akan mengawal Dana Desa sesuai Nawa Cita. Inspektorat Lobar sendiri di tahun 2017 telah melakukan pemeriksaan reguler terhadap 30 persen dari jumlah desa yang ada di Lobar.
“Kita di Inspektorat mengawal Dana Desa melalui salah satu program unggulan kami dengan program Pembinaan Desa dengan membentuk Desa Percontohan Desa Tepat Berkinerja di masing-masing kecamatan. Alhamdulillah program tersebut berjalan efektif sehingga untuk desa-desa di Kabupaten Lombok Barat tidak ada kita temukan penyimpangan yang terimpilkasi ke aparat penegak hukum,” ujarnya.
Namun ia mengakui tidak sedikit desa di Lombok Barat yang masih melakukan penyimpangan. Ada temuan administrasi di mana desa tersebut belum bisa mengelola administrasi dengan baik, mulai dari data pendukung, kuitansi hingga pembukuan yang masih belum tertib.
“Ada juga temuan kerugian negara namun bukan merupakan pelanggaran pidana, melainkan akibat kekurangan volume pada pekerjaan seperti pekerjaan irigasi, penembokan dan lain sebagainya. Tapi itu sudah banyak yang ditindak lanjuti. Kita sarankan untuk dikembalikan ke kas desa kembali dan direncanakan kembali tahun depan. Sedangkan untuk temuan administrasi mereka melakukan tindak lanjut perbaikan, caranya mengundang kita sebagai narasumber. Secara kolektif kita keliling berikan pencerahan bagaiman buat perencanaan keuangan yg baik agar tepat dalam perencanaan, kemudian tepat dalam pelaksanaan dan tepat dalam pertanggungjawaban. Kalo ketiga itu dilaksanakan, siapa saja yang periksa tidak ada masalah,” katanya.
Sesuai ketentuan Pasal 112 dan Pasal 113 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengawasan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pengawasan Dana Desa dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
Pelaksanaan pengawasan Dana Desa yang dilakukan oleh APIP, sangat strategis dan bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa pengelolaan Dana Desa telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada, khususnya terkait dengan ketepatan lokasi, ketepatan syarat, ketepatan salur, ketepatan jumlah dan ketepatan penggunaan. Selain itu, pengawasan tersebut juga dilakukan agar pelaksanaan Dana Desa memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.
Kapabilitas APIP pada Pemerintah Kabupaten Lombok Barat yang digawangi oleh Inspektorat sejak tahun 2016 sudah mencapai level 3. Itu artinya kapabilitas APIP Pemkab Lobar sudah setara dengan Kementerian. Dengan level 3, APIP akan mampu berperan sebagai konsultan, sehingga dengan adanya perkembangan kinerja APIP tersebut diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel sesuai harapan masyarakat. (mn-09)
Sumber: Mataram News