Penilaian BPK Dinilai Kesalahan Pemerintahan Sebelumnya |
Mataram-Ada kabar menarik dari Gedung DPRD NTB. Tiba-tiba saja, sejumlah wakil rakyat NTB ini “memasang badan” untuk membela pemerintahan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi-Badrul Munir. Pembelaan ini terkait keluarnya hasil penilaian BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Pembelaan itu terutama datang dari gabungan Komisi II yang menggodok Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P). Mereka menilai, BPK terlalu menyoroti aset. Padahal, persoalan aset itu terjadi sejak pemerintahan sebelumnya, bukan kepemimpinan BARU. “Hasil penilaian ini tentu mempunyai dampak yang kurang positif pada Pemerintahan BARU. Apalagi dalam penilaian BPK RI itu dinyatakan bahwa NTB masuk pasa qualified opinion atau opini wajar dengan pengecualian, “jelas Patompo Adnan, anggota Gabungan Komisi II DPRD NTB. Seharusnya, lanjut Patompo, jika melihat persoalan asset yang merupakan warisan pemerintahan sebelumnya, maka pemerintahan Zainul Majdi dan Badrul Munir bukan memperoleh penilaian anqualified opinion, tapi unqualified opinion atau opini wajar tanpa pengecualian. Saya yakin Zainul Majdi dan Badrul Munir menjadi terganggu dalam menjalankan program yang ada, termasuk penilaian masyarakat yang mulai miring dalam melihat kepemimpinan BARU ini,” jelsnya. Selain itu, keluarnya penilaian ini berakibat pada roda kebijakan Pemprov NTB yang terbengkalai lantaran harus mengurus persoalan asset yang merupakan warisan masa lalu. Patompo mengatakan, BPK RI seharusnya member penjelasan secara rinci terhadap penilaian yang diberikan. Sehingga, tidak menimbulkan multitafsir. “Kalau melihat sorotan BPK mengenai aset, maka itu bukan persoalan pemetintahan sekarang. Tapi, pemerintahan di masa yang lalu,” tukasnya. Agar tidak terulang kembali penilaian negative oleh BPK itu, Patompo mengusulkan agar Pemerintahan BARU melakukan klarifikasi atau memberi masukan pada BPK terhadap penilaian tersebut. “Yang jelas BPK itu tidak angker. Jadi saya sarankan gubernur dan wakil Gubernur mengkritisi penilaian yang diberikan BPK. Kalau tidak, justru menimbulkan dampak negative dari masyarakat,” ungkapnya. |
Lombok Pos, 2 Agustus 2010 |