Anggota DPRD Kota Mataram mulai bereaksi terkait masalah Jamkesmas. Ketua Komisi II DPRD Kota Mataram, H. Wildan menegaskan, minggu ini pihaknya akan memanggil Kadis Kesehatan dan seluruh Kepala Puskesmas Kota Mataram. |
“Ini adalah kewajiban kita untuk meminta keterangannya,” kata Wildan. Menurut Wildan, nyasarnya 61 kartu Jamkesmas sesuai laporan BPK ke tangan PNS dan anggota Polri merupakan kesalahan yang cukup fatal. Masalah ini tidak bias dianggap remeh. “Ini kasus besar dan harus segera kita telusuri,” tegasnya. |
Dikatakan, kejadian ini sangat memalukan. Apalagi Jamkesmas diperuntukkan bagi rakyat miskin. “Saya rasa ini akibat control yang kurang baik dari pemerintah,” ujarnya. |
Anggota Komisi II lainnya, Lalu Suryadi, juga mengkritik. Dia mengatakan, data yang dibeberkan BPK sangat “menampar” Pemkot Mataram.Terutama terkait mengalirnya dana Jamkesmas ke rekening pribadi Kepala Puskesmas. “Perilaku yang tidak masuk akal dan harus diproses. Masalahnya dana ini merupakan dana yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin,” jelasnya. |
Tidak hanya DPRD Kota Mataram, beberapa anggota DPRD Provinsi juga tak kalah kerasmengomentari masalah ini. Hadi Sulton dari fraksi PAN menyatakan, pemerintah tidak boleh menutup mata atas kejadian ini. Jika benar ada indikasi korupsi di Jamkesmas, harus diusut tuntas. “Sebagai pimpinan tertinggi, Walikota tentu harus secepatnya bertindak,” pintanya. |
Sulton juga menyayangkan kejadian ini terjadi di Kota Mataram. Sebab, sebagai ibu kota provinsi, Kota Mataram seharusnya member contoh baik kepada daerah lain. “Masalahnya, Mataram ini barometer bagi daerah-daerah lain di NTB,” cetus Sulton. |
Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, H. Abdul Malik menyatakan tidak ampunan bagi oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan Jamkesmas. Jika betul terbukti melanggar hukum, pemerintah provinsi akan sepenuhnya menyerahkan pada aparat berwenang. “Sudah jelas tindakan kita sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya pada wartawan, kemarin. |
Pemprov NTB sendiri akan meminta klarifikasi segera terhadap laporan BPK tersebut. Apalagi jelas-jelas disebutkan, RSUP NTB dinilai sengaja menyalahi aturan dalam pelaporan dana Jamkesmas sebesar Rp1,9miliar. Selai itu ada juga oknum yang melaporkan SPPD fiktif dalam perjalanan melakukan monitoring dan evaluasi Jamkesmas. |
“Nanti akan kita lihat apakah ini murni kesalahan administrasi atau oknumnya,” ujarnya. Pemprov NTB sendiri terbuka dalam menyikapi laporan BPK INI. Laporan ini juga, lanjut Sekda, bias menjadi evaluasi bagi Pemprov dalam menjalankan programnya. |
Apakah sanksi bagi oknum yang melakukan pelanggaran ini? “Kita akan lihat dulu. Kalau dia pelanggaran administrative kita akan berikan teguran. Kalau pelanggaran disesuaikan dengan ketentuan berlaku,” ujarnya. |
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB melalui Kasubid Publikasi, AKP Lalu Wirajaya, membantah adanya keterlibatan anggota Polda NTB sebagai penerima Jamkesmas. “Menurut data di Polda tidak ada anggota Polri yang menerima Jamkesmas,” jelasnya keppada wartawan, kemarin. |
Menindaklanjuti temuan tersebut, Polda NTB dalam waktu dekat akan melakukan klarifikasi kepada dinas terkait soal temuan anggota Polri yang masuk sebagai penerima Jamkesmas. |
Menurut Wirajaya, anggota Polri tida boleh menerima Jamkesmas. Pasalnya, saat ini Polri sudah memiliki rumah sakit sendiri, Bhayangkara. “Polda NTB punya RS Bhayangkara, sementara di Polres ada klinik, itu semuanya gratis bagi keluarga dan anggota Polri,” tegasnya. |
Lombok Pos
8 April 2010 |