BPK menemukan pendapatan asli daerah (PAD) yang dipungut pada Dinas Perhubungan Kabupaten Dompu tahun 2020 tidak disetorkan ke kas daerah (Kasda) hingga Rp100 juta lebih. Temuan ini langsung ditindaklanjuti dengan perjanjian tanggungjawab mutlak oleh kepala dinas perhubungun dan sejumlah pejabat di Dinas Perhubungan.
BPK dikabarkan merekomendasikan kepada Bupati untuk memberikan sanksi kepada Kepala Dinas Perhubungan dan jajarannya soal temuan PAD yang tidak disetorkan ke Kasda. “Insyaallah, saya pelajari dulu (sanksinya). Saya minta kepada para pimpinan termasuk Sekda, wakil Bupati untuk membahas khusus soal (Dinas Perhubungan) itu. Saya tidak bisa memutuskan sendiri,” kata Bupati Dompu, Kader Jaelani saat dikonfirmasi Suara NTB usai paripurna Dewan, Selasa, 25 Mei 2021.
Kendati demikian, Kader Jaelani mengaku, berdasarkan rekomendasi BPK terhadap penanggungjawab atas temuan itu diberi waktu untuk menyelesaikan kewajibannya. Sesuai ketentuan, temuan itu harus diselesaikan hingga 60 hari setelah LHP BPK diterima dan LHP itu diterima sejak 10 Mei 2021 lalu. “Tindak lanjut kami, begitu kami menerima surat (temuan BPK) tersebut, kami langsung memanggil OPD terkait bersangkutan. Temuan itu kami minta untuk segera diselesaikan,” katanya.
Secara terpisah, Inspektur Inspektorat Kabupaten Dompu, Drs H Muhibuddin, MSI di kantornya mengatakan, temuan soal PAD pada Dinas Perhubungan yang belum disetorkan ke Kasda tahun 2020 sudah dibuatkan pertanggungjawaban mutlak. Diantaranya oleh kepala Dinas Perhubungan sebesar Rp30 juta, bendahara pengeluaran sebesar Rp60 juta, dan oleh pejabat lainnya. “Mereka sudah tandatangan pertanggungjawaban mutlak,” kata Muhibuddin.
Kepala Dinas Perhubungan kabupaten Dompu, Ir Syarifuddin yang dihubungi usai paripurna Dewan, Selasa sore mengaku, soal PAD yang belum disetorkan ke Kasda terkait bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Persoalan itu juga sudah ditindaklanjuti dan sudah dibuatkan surat tanggungjawab mutlak (STMJ) oleh para pihak, termasuk dirinya.
Masalah PAD tersebut, kata Syarifuddin, baru diketahui dirinya di akhir tahun 2020 lalu. Rupanya, PAD tersebut dipinjam bendahara pengeluaran ke bendahara pemasukan untuk membayar uang operasional yang diminta pihaknya. “Kita ndak tau (dipinjam ke bendahara penerimaan). Kita ini ambil uang operasional saja. Misalnya, perjalanan dinas Rp10 juta, dia masukan pinjaman ke PAD. Setelah akhir tahun baru kita tahu ada pinjaman itu. Padahal kita ndak pernah ambil,” ungkap Syarifuddin.
Selain PAD yang tidak disetorkan ke Kasda, BPK juga menemukan belanja daerah pada Dinas Perhubungan belum didukung pertanggungjawaban yang lengkap. “Itu soal administrasi ada yang kurang,” kata Syarifuddin. (ula)
Sumber: Suara NTB