Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Anggaran Perjalanan Dinas di DPRD NTB direspons cepat. Dari total temuan sebanyak Rp 247 Juta, secara bertahap tersisa menjadi Rp 108 juta.
“Dan progres terbaru kini yang tersisa menjadi temuan Rp 70 juta,” kata Sekretaris DPRD NTB H Muhammad Mahdi, Senin (24/5/2021).
Mahdi mengungkapkan upaya pengembalian masih terus dilakukan para anggota dewan. Hingga Minggu (23/5/2021), masih ada pengembalian terhadap kelebihan pembayaran yang ditemukan BPK.
Penjelasan ini sekaligus untuk menepis rumor liar yang berkembang di luar, bahwa temuan BPK di DPRD NTB mencapai Rp 27 miliar. “Bukan seperti itu (mencapai Rp 27 miliar),” tegasnya.
Mahdi melanjutkan justru pagu anggaran yang dikelola DPRD NTB telah mengalami refocusing atau penghematan sebanyak 6 kali. “Akibat dari Pandemi Covid-19 yang mulai terjadi pada tahun 2020,” jelasnya.
Secara blak-blakan, Mahdi kemudian memperlihatkan total anggaran atau pagu yang dikelola Sekretariat Dewan (Setwan) selama tahun anggaran murni 2020.
“Total pagu anggaran untuk semua kegiatan di DPRD NTB selama tahun 2020 termasuk di dalamnya perjalanan dinas, pembinaan masyarakat, pengawasan penanganan Covid, dan berbagai kegiatan dalam daerah lainnya itu totalnya Rp 133 miliar,” terangnya.
Namun akibat refocusing atau penghematan, di APBD perubahan 2020 berhemat sekitar Rp 11 miliar.
“Sehingga setelah refocusing sebanyak 6 kali, total pagu menjadi Rp 122 miliar,” jelasnya.
Akibat refocusing 6 kali itu, anggaran perjalanan dinas luar daerah mengalami penurunan signifikan. “Dari yang awalnya pagunya sebesar Rp 18 miliar menjadi Rp 14 miliar,” ulasnya.
Bahkan perjalanan dinas keluar negeri yang dianggarkan Rp 3 miliar ikut kena refocusing semua. “Sehingga tidak ada perjalanan dinas ke luar negeri selama tahun 2020 itu,” terangnya.
Mahdi menambahkan selain refocusing yang berakibat total anggaran yang dikelola Setwan berhemat sekitar Rp 11 miliar, Setwan juga berhemat sekitar Rp 615 juta untuk dikembalikan pada kas negara.
“Silpa itu dari penghematan biaya perjalanan dinas dalam daerah sebesar Rp 426 Juta dan Silpa perjalanan luar daerah Rp 188 Juta,” rincinya.
Munculnya Silpa tidak lepas dari kepatuhan dewan mengurangi perjalanan dinas selama masa Pandemi Covid-19. “Pimpinan termasuk ibu ketua, hampir tidak pernah melakukan perjalanan dinas ke luar daerah, karena takut Pandemi,” ungkapnya.
Pimpinan dan anggota lebih banyak berkegiatan di dalam daerah. Diantaranya dengan memaksimalkan peran ikut sosialisasi, pengawasan, dan pendampingan masyarakat agar terhindar dari wabah Korona.
“Semua kegiatan lebih banyak difokuskan di dalam daerah,” tekannya.
Penjelasan ini kembali ditegaskan untuk menepis rumor liar ada temuan sebesar Rp 27 miliar dalam perjalanan dinas di DPRD NTB. “Sisa temuannya Rp 70 Juta saat ini dan masih dalam proses pengembalian, hingga nanti diharapkan menjadi nol temuan,” harapnya.
Mahadi optimis temuan ini akan segera terselesaikan, karena sifatnya administratif. Apalagi para anggota dewan yang terkait dengan temuan itu telah menyampaikan komitmen menyelesaikan temuan BPK.
“Ini kan soal perbedaan harga di travel agent dengan harga riil di hotel,” terangnya.
Travel agent dalam konsep usahanya, mematok tarif lebih besar dari harga yang ditawarkan riil di hotel. “Ya kan karena mereka dapat keuntungan usaha dari sana,” jelasnya.
Sehingga ke depan untuk menghindari temuan itu lagi, pemesanan akomodasi hotel akan langsung dilakukan ke hotel. Tidak lagi melalui travel agent untuk menghindari terjadinya temuan.
Para pendamping anggota dewan juga telah dikumpulkan untuk mendapat pengarahan dan pembinaan agar temuan tidak terulang lagi di Perjalanan Dinas. (zad/adv)
Sumber: Lombok Post